Minggu, 23 September 2018

Review Belajar Mandiri

Hasil baca-baca hari ini adalah tentang membangkitkan fitrah anak usia pre aqil baligh,karena itu berhubungan dengan materi presentasi kelompok kami.FBagaimana fitrah anak usia pra aqil baligh secara umum: oleh ustadz Adriano Rusfi Seluruh literatur psikologi abad 19 tak mengenal masa remaja (adolescence), karena masa remaja adalah produk abad 20 dimana telah lahir generasi dewasa fisik (baligh) namun tak dewasa mental (aqil) Hebatnya, khasanah pemikiran ummat Islam tak kalah latahnya untuk melakukan pembenaran atas keliru didik yang fatal ini. Maka muncullah istilah Remaja Islam dan Remaja Masjid. Maka, hari ini harus kita terima kenyataan hadirnya generasi penuh syahwat dan angkara, tanpa kendali akal. Akan berkali-kali kita saksikan generasi hamil di luar nikah, atau sibuk membully teman-temannya Islam membagi perkembangan manusia kedalam pra aqil-baligh dan aqil-baligh. Hukum hanya mengenal anak-anak dan dewasa. Sedangkan pendidikan hanya mengenal paedagogi dan andragogi. Lalu belakangan muncul generasi yang bukan anak, juga bukan dewasa, namanya remaja. Terjadi kebingungan identitas dan perlakuan dalam masa transisi yang makin panjang. Mereka menjadi galau dengan dirinya. Mari kita akhiri ini. Kita didik kembali anak-anak kita menjadi pemuda : aqil-baligh yang sepenuhnya dewasa. Kita bentuk kembali generasi progresif yang menjadi kebanggaan manusia, bukan ABG nan agresif ‪#‎AqilBaligh‬ Jaman dulu tak ada AIDS, sekarang ada.... Jaman dulu tak ada Ebola, sekarang ada... Jaman dulu tak ada Autisme, sekarang ada.... Dan jaman dulu tak ada remaja, dan sekarang ada... Lalu, apakah semua ini harus kita terima begitu saja sebagai "dinamika perubahan jaman" ? Apakah ikhtiar untuk kembali kepada YANG SEHARUSNYA akan disamakan dengan kembali ke masa lalu ? Tidak !!! Tugas kita adalah membawa kehidupan kepada situasi ideal. Bukan hanya troubleshooting, tapi problem solving. Percayalah, sesuatu yang sebelumnya tak ada, bisa diikhtiarkan untuk kembali tiada.. ‪#‎AqilBaligh‬ Kematangan fisik (baligh) manusia melahirkan nafsu, baik nafsu seks (eros/life instinct) maupun nafsu agresivitas (thanatos/death instinct). Dan yang mampu mengendalikannya adalah akal (aqil) Marilah kita berempati pada anak-anak kita, ketika kita bangun kematangan fisiknya tapi kita lalaikan kematangan mentalnya. Mereka begitu kewalahan mengendalikan nafsunya, karena kontrol akal belum dimiliki. Bukan hanya kita, para pendidik dan penegak hukum yang bingung menghadapi mereka. Merekapun bingung menghadapi diri mereka sendiri. Masihkah kita ingin mereka menjadi remaja, bukan dewasa? ‪#‎AqilBaligh‬ Lalu, bagaimana caranya agar konsep remaja kembali kepada PEMUDA ? Jika anak kita telah berusia tujuh tahun ke atas, lakukanlah hal ini : PERTAMA, jangan menganggap periode remaja sebagai keniscayaan, karena remaja adalah produk kebudayaan KEDUA, didiklah anak-anak kita menjadi dewasa, bukan setengah dewasa KETIGA, didik mereka untuk bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Gunakan pendekatan consequential learning KEEMPAT, libatkan mereka dengan permasalahan hidup. Jangan sterilkan mereka dari hidup dan perjuangannya. KELIMA, besarkan mereka di tengah realitas. Sesungguhnya iman itu harus diuji di tengah realitas KEENAM, didik mereka belajar untuk mencari nafkah, walaupun hanya untuk sekadar untuk menambah uang jajan KETUJUH, ajari mereka untuk berorganisasi, berempati terhadap problematika sosial, dan berpikir untuk menemukan solusinya #AqilBaligh Bagaimana fitra seksualitas anak usia pra aqil Baligh: Tahap Pre Aqil Baligh 1 (7-10 tahun) Pada usia ini anak laki-laki lebih didekatkan kepada ayah. Mengagpa? Karena usia ini egosentris anak bergeser ke sosio sentris. Ayah membimbing anak lelakinya untuk memahami peran sosialnya. Caranya bisa mengajak anak untuk mengikuti shalat berjamaah di masjid. Melakukan kegiatan pertukangan bersama. Atau menghabiskan waktu di bengkel. Selain itu, ayah juga menjelaskan tentang fungsi reproduksi yang dimiliknya. Misalnya konsekuensi sperma bagi seorang laki-laki. Begitupula sebaliknya, di usia ini anak perempuan lebih didekatkan pada ibunya. Ibu membangkitkan peran keperempuanan dan keibuaan anak. Misalnya memberi pengetahuan akan pentingnya ASI (Air Susu Ibu). Agar kelak anak perempuan akan melaksanakan tugas menysuinya dengan baik. Mengajarkan tentang pentingnya pendidikan bagi seorang ibu. Seorang ibu haruslah terdidik, sebab ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Melibatkan anak dalam mempersiapkan hidangan yang begizi bagi keluarga. Dan ibu menjadi tempat pertama yang menjelaskan tentang konsekuensi adanya rahim bagi perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar